Another Templates

Senin, 04 April 2011

Soft Story alias si lantai Lunak

soft story adalah istilah yang sering digunakan dalam pembahasan tentang struktur gedung tahan gempa. Soft story kalo diterjemahkan mentah-mentah ya artinya lantai lunak. Maksudnya? Apakah berarti ada juga istilah Hard Story? Hehehe… Sekedar analogi, kita bisa misalkan gedung bertingkat sebagai lapisan-lapisan batu bata yang ditumpuk di atas sebuah meja. Tiap lapisan batu bata merepresentasikan lantai gedung. Sementara itu ada tumpukan batu bata lain. Tapi di tengah-tengah tumpukan tersebut, ada satu lapisan yang batu batanya mempunyai rongga yang cukup besar di dalamnya.

ilustrasi soft-story

lustrasi soft-story



Sekarang, misalkan kita guncang meja tersebut ke arah horizontal secara acak dan bolak balik. Dengan goncangan yang sama, ternyata kedua tumpukan batu mempunyai perilaku yang berbeda. Tumpukan pertama bisa saja masih bertahan selama goncangan berlangsung. Akan tetapi tumpukan kedua sudah runtuh akibat lapisan batu bata “palsu” yang ada di tengah-tengah tadi yang tidak kuat menahan gaya dorong “fiktif” yang bekerja secara lateral dan bolak balik.
Lapisan batu bata lunak ini bisa direpresentatifkan sebagai soft story. Jika lapisan lunak ini berada di lantai paling atas, tentu bukan masalah. Justru yang jadi masalah adalah kalau lantai lunak ini berada pada lapisan atau lantai yang paling bawah. Dan.. kenyataannya memang seperti ini yang banyak dijumpai di lapangan. Mengapa demikian?
Berikut ini kami coba berikan dua contoh faktor yang menyebabkan keruntuhan karena pengaruh soft story.
A. Kekakuan Dinding Bata Diabaikan.
Gedung-gedung tinggi yang bertipe gedung perkantoran, hotel, atau apartemen, khususnya di kota-kota besar, pada umumnya mempunyai lobi yang berada di lantai dasar atau lantai ground. Ciri-ciri lantai lobi adalah :
- Tinggi antar lantainya biasanya lebih besar daripada lantai tipikal di atasnya. Arsitek biasanya menginginkan hal ini agar ruangan lobi terlihat lebih besar, luas, dan megah.
- Karena ingin luas, maka di lantai lobi, penggunaan dinding bata relatif lebih sedikit daripada di lantai-lantai 

Lantai lunak akibat bukaan yang lebih banyak
Lantai lunak akibat bukaan yang lebih banyak

Akibatnya, seperti yang terlihat pada gambar di atas, lantai paling bawah menjadi lantai yang paling lunak (kurang kaku) dibandingkan lantai di atasnya. Salah satu solusinya adalah menambah ukuran kolom sebesar mungkin sehingga bisa mengimbangi kekakuan-kekakuan lantai di atasnya.

B. Kekeliruan Antara Desain dan Pelaksanaan

Tumpuan didesain sebagai jepit 
Tumpuan didesain sebagai jepit

Kenyataannya, tumpuan berperilaku sendi 
 Kenyataannya, tumpuan berperilaku sendi

ontoh di atas adalah contoh kasus yang sepele namun dampaknya luar biasa. Tumpuannya didesain jepit, akan tetapi pada pelaksanaannya, justru tumpuan tersebut berperilaku sendi.
Kenapa sih tumpuan itu bisa sendi? Ada beberapa penyebabnya, antara lain:
  1. Tidak ada yang mentransfer momen dari kolom ke pondasi.
    Ketika menentukan sebuah tumpuan itu adalah jepit, maka perlu diperhatikan bahwa akan ada momen lentur di kaki kolom (tumpuan), dan.. harus ada yang bisa mentransfer momen tersebut ke pondasi dan terus ke tanah. Jika pondasinya tipe tiang (pile) baik itu pancang atau bor, setidaknya harus ada pilecap yang cukup kuat untuk menahan momen dari kolom tersebut. Jika pondasinya pondasi tapak, sebaiknya kolom tidak didesain sebagai jepit. Pondasi tapak tidak efektif dalam menahan momen lentur akibat reaksi tumpuan jepit.
  2. Pondasi tidak didesain untuk menahan momen.
    Kadang pondasi tapak sudah didesain untuk menahan momen, tetapi pada kenyataannya, jika ada momen yang terjadi pada pondasi, akan ada perbedaan tekanan pada tanah di daerah ujung-ujung pondasi. Akibatnya bisa terjadi perbedaan settlement. Jika ada perbedaan settlement di ujung-ujung pondasi tapak, maka akan timbul rotasi. Adanya rotasi menyebabkan perilaku jepit menjadi tidak sempurna lagi.
Rotasi pada pondasi tapak mengurangi kekuatan penjepitan

Rotasi pada pondasi tapak mengurangi kekuatan penjepitan

Kurang lebih 2 hal itulah yang paling banyak menyebabkan kegagalan soft-story. Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan oleh perencana?
  • Lantai yang dianggap “lunak” sebaiknya kekakuan kolomnya agak dilebihkan. Berbicara kekakuan artinya kita berbicara tentang variabel E, I, dan L. Menaikkan E berarti meninggikan mutu beton, hal ini relatif jarang dilakukan jika hanya mau meningkatkan kekauan satu lantai saja. Mengurangi nilai L (tinggi antar lantai) juga sulit dilakukan karena tinggi lantai yang sudah ditentukan oleh arsitek biasanya tidak bisa diubah lagi. Yang paling mungkin adalah menambah momen inersia, I, yaitu dengan memperbesar ukuran kolom. Hal ini memang membutuhkan koordinasi dengan pihak arsitek.
  • Yang paling ideal adalah, kekakuan dinding bata juga sebaiknya dimasukkan ke dalam perhitungan. Akan tetapi di Indonesia khususnya, belum ada pedoman mengenai hal ini, apalagi dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Sebenarnya boleh saja kita tidak memasukkan kekauan dinding bata ke dalam perhitungan, akan tetapi hal ini berarti dalam pelaksanaannya nanti dinding bata tersebut harus “terlepas” (tidak diikat) dari struktur utama. Hal ini tentu sangat berbahaya karena dinding tersebut sewaktu-watu bisa rubuh dan menimpa orang yang ada di dekatnya.
  • Jika pondasinya tidak didesain untuk menahan momen, sebaiknya tidak menggunakan tumpuan jepit.[]
 

SNI-Beton : Jarak Antar tulangan

Kadang sewaktu mendesain struktur beton bertulang, kita ingin menggunakan tulangan yang sangat banyak atau justru sangat sedikit. Jika tulangannya banyak, maka jarak antar tulangan menjadi sangat rapat, sebaliknya jika sedikit, maka jaraknya menjadi renggang. SNI-Beton-2002 sebenarnya sudah memberikan batasan jarak atau spasi antar tulangan baik itu untuk balok, kolom, pelat, maupun dinding.
Batasan Spasi Tulangan menurut pasal 7.6 SNI-2847-2002

  1. Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang sama tidak boleh kurang dari 25 mm.
  2. Jika tulangan terdiri dari lebih dari satu lapis (baris), maka jarak bersih antar baris tulangan adalah 25 mm.
  3. Untuk kolom, boundary element pada dinding geser, atau dinding yang mempunyai confinement (sengkang pengikat), jarak bersih antar tulangan utamanya adalah minimal 1.5d_b  atau 40 mm (mana yang terbesar).
  4. Pada dinding dan pelat lantai, tulangan lentur utama jaraknya harus kurang dari 3x tebal pelat (dinding) atau 500 mm (mana yang terbesar).
spasi-tulangan1

Cara Menghitung Volume Beton Bertulang

Katakanlah saya punya balok dengan ukuran 30/50 dengan panjang 5 meter, dengan tulangan yang saya rencanakan adalah 3D16 dibagian atas (bagian tekan), dan 2D16 dibagian bawah (bagian tarik), serta beugel/sengkangnya adalah Ø8 jarak 15 cm (Ø8-150), penutup beton direncanakan 5 cm

sloof2Pertanyaan :
  1. Hitunglah kebutuhan tulangan utama ?
  2. Hitunglah kebutuhan tulangan sengkang/beugel ?
  3. Hitunglah Berat besi per meter3  beton ?
Jawab :

1. Tulangan utama = 3D16 + 2D16 = 5D16 ( D16 dengan jumlah 5 buah ), karena panjang baloknya adalah 5m, maka volume besi tulangan D16 adalah 5D16 x 5m’ = 25 m’.
- Besi yang dipakai adalah besi KS (krakatau Steel), jadi panjang yang didapat adalah betul-betul panjang yang standard yaitu = 12 m, sehingga kebutuhan besinya adalah 25/12 = 2.083 lonjor
- Berat per meter’ besi D16 = 0.006165 x 162  x 1 = 1.574 kg
- Total berat besi = 1.574 kg x 25 = 39.36 kg
- Jadi kebutuhan tulangan utama adalah 2.083 lonjor ( berat = 39.36 kg)
2. Panjang sengkang sisi horizontal = 30 cm – lebar penutup beton kiri – lebar penutup beton kanan = 30 cm – 5 cm – 5 cm = 20 cm
- Panjang sengkang sisi vertikal = 50 cm – lebar penutup beton atas – lebar penutup beton bawah   = 50 cm – 5 cm – 5 cm = 40 cm
- Bengkokan sengkang = 5 cm + 5 cm = 10 cm
- Panjang satu buah sengkang adalah = 40 cm + 20 cm + 40 cm + 20 cm + 10 cm = 130 cm = 1.3 m
- kebutuhan besi sengkang per 5m panjang balok dengan jarak tiap sengkang = 15 cm = 0.15 m adalah = (5m / 0.15m)  = 33.33 buah
- Kebutuhan total besi sengkang per 5m panjang balok = 33.33 x 1.3 m = 43.33 m’
- Besi yang dipakai adalah besi full ( panjang dipasaran biasanya = 11.7 m), jadi kebutuhannya adalah = 43.33 m / 11.7 m = 3.7 lonjor………….. ( 4 lonjor)   
- Berat 1 lonjor dari besi Ø8 = 0.006165 x 82 x 11.7 = 4.616 kg, maka jika yang dibutuhkan 4 lonjor, maka beratnya = 4.614 kg x 4 = 18.46 kg
- Jadi kebutuhan tulangan sengkangnya adalah 4 lonjor ( berat = 18.46 kg ) 
3.  Berat besi per meter2 beton adalah :
- Berat besi D16 = 39.36 kg
- Berat besi sengkang = 18.46 kg
- Volume beton = (0.3 x 0.5) x 5 m = 0.75 m3
- Berat besi D16 per m3 = 39.36 / 0.75 = 52.48 kg/m3
- Berat besi sengkang Ø8  per m3 = 18.46 / 0.75 = 24.61 kg/m3
- Total berat besi secara keseluruhan = 52.48 kg/m3 + 24.61 kg/m3 = 77.09 kg/m3
- Berat besi per m3 beton (dalam prosentase) adalah = (77.09 kg / 7850 kg/m3) x 100% = 0.98 %……….(catatan : 7850 kg/m3 = berat jenis besi)

Catatan :
Dalam perdagangan di toko-toko bahan bangunan atau material, terdapat bermacam-macam istilah besi untuk pembesian (tulangan beton), diantaranya adalah besi KS (Krakatau Steel), Besi full, besi banci, dan sebagainya.
Besi KS adalah besi dengan diameter utuh dan panjang standard. Misalnya besi KS diameter 22 mm, bila diukur dengan menggunakan alat ukur suighmat (mistar sorong yang merupakan alat ukur ketebalan dengan ketelitian hingga 0.01 mm) maka akan diperoleh diameter 22 mm dan panjang 12 m (panjang standard) sehingga tidak berkurang atau sama dengan yang disebutkan.
Besi full adalah besi dengan diameter penuh sesuai diameter besi yang disebutkan. Misalnya, besi 16 mm tetap memiliki ketebalan dengan dengan diameter 16 mm, tetapi panjangnya terkadang ada yang kurang dari standard 12 m (umumnya hanya 11.7 m)
Besi banci adalah besi yang tidak sesuai dengan ukuran dan diameter dan panjangnya itu sendiri, misalnya, besi diameter 12 mm yang bila diukur dengan mistar sorong, hanya diperoleh 10.5 mm, dan panjangnya pun hanya 11 m

link :  http://www.kampustekniksipil.co.cc

Menghitung berat besi beton tanpa tabel

Rumus yang sudah jadi :
Berat per m' (kg/m') = 0,006165 x D² ( D diameter besi dalam mm)
Berat per batang (kg) = 0,006165 x D² x12 m' (panjang besi asli )

Asal rumus :
Dengan menggunakan pendekatan rumus volume tabung.
Volume tabung =
(0,25 x 3,14 x D²) x P x BJ

Keterangan :
D = diameter besi beton
P = panjang besi beton
BJ = berat jenis besi beton (7.850 kg/m³)