Another Templates

Selasa, 22 Februari 2011

MENARA JAKARTA

Sejarah dan pembangunan saat ini
Menara Jakarta merupakan proyek besar yang dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang digagas sejak tahun 1995. Menara ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu gedung tertinggi di dunia.

Sayembara desain (1996-1997)
Pembangunan menara itu pada awalnya dikembangkan oleh trio usahawan besar, yakni Sudwikatmono, Prajogo Pangestu, dan Henry Pribadi, melalui PT Indocitra Graha Bawana. Biayanya diperkirakan sekitar 400 juta dollar AS (waktu itu masih sekitar Rp 900 miliar).

Semula, Menara Jakarta akan dibangun di area Kuningan, tetapi Soerjadi Soedirdja, Gubernur DKI Jakarta waktu itu, tidak setuju, dan mengusulkan untuk membangunnya di daerah Kemayoran yang pertumbuhannya masih sulit.

Perusahaan-perusahaan desain arsitektur kaliber internasional diundang berpartisipasi dalam sebuah sayembara desain arsitektur untuk gedung tersebut. Ketentuan sayembara tersebut adalah bahwa gedung tersebut harus mengandung lambang Trilogi Pembangunan, Pancasila, dan 17 Agustus (hari kemerdekaan Republik Indonesia). Desain dan maket menara itu diperlihatkan kepada Mensesneg (waktu itu) Moerdiono selaku Ketua Badan Pengelola dan Pengembangan Bandar Baru Kemayoran di Sekretariat Negara.

Pada tahun 1996, Sayembara tersebut dimenangkan oleh Murphi/Iohn dari Amerika Serikat. Hanya saja, karena desain ini terlalu mahal untuk dikembangkan, maka pemerintah memilih desain dari pemenang kedua yakni East Chine Architecture Design & Research Institute (ECADI), yang juga membangun Shanghai Oriental Pearl Tower di China. Desain ECADI ini dipilih karena para juri menganggap desainnya sederhana dan masih bernuansa Asia.

Peresmian pembangunan dilakukan pada tahun 1997 oleh Gubernur Jakarta Soerjadi Soedirdja dan Mensesneg Moerdiono setelah disetujui oleh Presiden Soeharto di Bina Graha, Jakarta. Presiden Soeharto mengusulkan agar nama Menara Jakarta diganti menjadi Menara Trilogi.

Pembangunan Menara Trilogi mulai dilaksanakan tahun 1997. Karena anggaran membesar, pengembang mulai mencari suntikan dana dari investor asing. Total dana yang dibutuhkan menjadi sekitar 560 juta dollar AS (waktu itu sekitar Rp 1,2 triliun). Pihak asing ditargetkan memiliki sebagian saham dan sebagian lagi dimiliki pengembang dalam negeri.

Krisis ekonomi (1997) 
Ketika terjadi krisis ekonomi di Asia pada tahun 1997, industri properti Indonesia pun jatuh sehingga banyak sekali proyek konstruksi yang ditunda maupun dibatalkan, termasuk Menara Trilogi. Dengan dihentikannya pembangunan Menara ini, beton-beton yang sudah ditanam dibiarkan mangkrak dan area tersebut menjadi genangan air yang luas. 

Kelanjutan proyek Menara Jakarta (mulai 2003) 

Setelah perekonomian Indonesia mulai bangkit kembali, Pemerintah Jakarta tetap akan meneruskan pembangunan Menara tersebut dengan kembali menyebut nama Menara Jakarta. Menara Jakarta pun dilanjutkan pada tahun 2003 melalui sebuah konsorsium baru, yakni PT Persada Japa Pamudja (PJP) yang terdiri dari para pengusaha besar nasional.

Peresmian pembangunan menara yang diproyeksikan menjadi menara tertinggi di dunia itu dilakukan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Bambang Kesowo dan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada tanggal 15 April 2004.

Menurut Presiden Komisaris PT Prasada Japa Pamudja (pengembang sekarang dari Menara Jakarta), yakni Abraham Alex Tanuseputra, Menara ini akan menjadi proyek besar dan merupakan eksistensi untuk menunjukkan kemampuan dan peradaban bangsa Indonesia guna mampu sejajar dengan bangsa lainnya di dunia, serta dibangun oleh putra putri bangsa Indonesia.

Pembangunan menara akan terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama pembangunan ruang podium 17 lantai yang direncanakan selesai pada tahun 2008/2009. Bagian kedua adalah pembangunan tower yang diprediksikan akan selesai pada tahun 2010-2011.
 
Rancangan
Menara Jakarta dirancang dan disupervisi oleh desainer konstruksi Prof DR Wiratman Wangsadinata.

Visi pembangunan
Direktur Proyek Menara Jakarta, Roesdiman Soegiarso mengatakan, visi pembangunan Menara Jakarta adalah "Sentra Gaya Hidup".

Menurutnya, "Sentra Gaya Hidup" merupakan impian dan konsep Menara Jakarta yang mengedepankan sebagai tempat yang memberi semangat hidup, pengembangan dan pusat teknologi, hiburan, pendidikan pariwisata dan perdagangan untuk menghadapi abad ke-21.

Dimensi menara
Menara Jakarta akan dibangun di area seluas 306.810 meter persegi. Gedungnya sendiri akan seluas 40.550 meter persegi dengan tinggi 558 meter.

Seperti desain awalnya pada tahun 1997, dalam pembangunan yang baru ini, menara tetap memiliki tiga kaki yang akan menjulang hingga ketinggian 500 meter. Masing-masing kaki berbentuk silinder, berdiameter 13,2 meter. Dua di antaranya berisi masing-masing tiga lift dengan kecepatan 7 meter per detik. Kaki ketiga berisi delapan lift khusus untuk pengunjung. Pada gedung ini terdapat 10 unit elevator/lift.

Selain itu, pada bagian bawahnya, menara itu diikat lagi dengan cincin beton berdiameter 40 meter dengan tinggi 15 meter. Untuk lebih menstabilkannya, menara tertancap dengan fondasi berdiameter 80 meter sampai kedalaman 58 meter di bawah tanah.

Menurut pengembang, Menara Jakarta akan menyerap 20.000 lebih tenaga kerja selama pembangunan, dan lebih dari 40.000 tenaga kerja setelah gedung difungsikan.

Fasilitas

Menara Jakarta rencananya akan dilengkapi dengan fasilitas:
- Tempat parkir seluas 144.000 meter persegi
- Gedung podium setinggi 17 lantai.
- Lift yang mencapai puncak menara
- Restoran berputar
- Mal besar
- Kafe
- Taman hiburan
- Museum sejarah Indonesia
- Hotel
- Ruang serba guna/konferensi yang bisa menampung sepuluh ribu pengunjung
- Ruang-ruang perkantoran seluas 8.000 meter persegi
- Pusat pameran
- Pusat pendidikan dan pelatihan
- Pusat multimedia disertai pemancar siaran radio dan televisi
- Pusat perdagangan dan bisnis
- Pusat olah raga
Diperkirakan, sebanyak 4-6 juta pengunjung setiap tahunnya akan mengunjungi Menara Jakarta.

Fakta Lainnya
Jika menara itu selesai dikerjakan tahun 2010 atau 2011, dengan ketinggian 558 meter, ia akan menjadi bangunan menara (namun bukan gedung) tertinggi di dunia, mengalahkan ketinggian:
- Canadian National Tower (553 meter), Toronto, Kanada
- Menara Ostankino (540 meter), Moskow, Rusia
- Oriental Pearl Tower (468 meter), Shanghai, Cina, dan
- Menara Kembar Petronas (452 meter), Kuala Lumpur, Malaysia

Sebagai pembanding, tinggi Tugu Monas Jakarta hanya 137 meter. Dengan demikian, Menara Jakarta akan memiliki tinggi sekitar 4 kali tinggi Tugu Monas.

Setelah melewati seluruh masa pembangunannya, Menara Jakarta akan menjadi gedung tertinggi di belahan bumi bagian selatan. Rekor ini saat ini dipegang oleh gedung residensial Q1 dengan ketinggian 344 meter yang terletak di Surfers Paradise, Gold Coast, Australia.

Biaya
Biaya pembangunan megaproyek ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,4 triliun pada awalnya dan membengkak menjadi hampir Rp 2,7 triliun setelah kenaikan harga baja dunia.

Menurut direktur PT Prasada Japa Pamudja, Ferry Sangeroki, pihak-pihak yang terlibat dalam proyek ini adalah "lebih dari seratus perusahaan dan individu". Ia mengatakan bahwa proyek tersebut dibiayai melalui tiga jalur: partisipasi modal (Rp 400 miliar), pinjaman sindikasi (Rp 600-800 miliar), dan penjualan pra-proyek (sekitar Rp 1,3 triliun).

Menurut desainer Menara Jakarta, Prof Dr Wiratman Wangsadinata, dalam perkiraan tahun 2009 biaya yang dibutuhkan untuk membangun menara ini mencapai Rp 5 triliun

Kontroversi
Pada tahun 1995-1997, Menara Trilogi menjadi bahan kecaman terutama adalah dana serta fungsi Menara tersebut di tengah kesenjangan sosial dan ekonomi yang masih membentang. Theo Syafei, bekas Pangdam Udayana, mengatakan, "Lebih baik dana sebesar itu digunakan untuk pembangunan kawasan Timur Indonesia." Karena itu, menara ini mulai dikenal pula dengan sebutan "Menara Kesenjangan". Koran The Jakarta Post menyebutnya sebagai "tower of indifference" (menara ketidakpedulian). Beberapa anggota DPR menyebutnya proyek "mercusuar", suatu penamaan terhadap proyek-proyek di zaman Bung Karno yang dianggap (terutama oleh pendukung Orde Baru) sebagai proyek untuk pamer ke dunia luar, tanpa manfaat yang jelas bagi rakyat.

Sudwikatmono sebagai pemilik proyek ini di masa itu, membantah jika menaranya disebut proyek mercusuar. Alasannya, tidak seperti Monas yang dibangun pemerintah, Menara Trilogi ini murni dibuat oleh swasta. Mensesneg Moerdiono menanggapi mengenai kesenjangan sosial yang ironi dengan proyek ini hanya menerangkan manfaat teknis bagi dunia arsitektur, konstruksi, dan dunia penyiaran radio dan televisi. Rencananya, pucuk menara memang bakal dijadikan pacak antena radio dan televisi.

Catatan kaki

Pranala luar  
(id) Forum Ilmu Sipil Indonesia
(id) Galeri foto Jakarta Revival Center di BethanyGraha.org
(id) Maket Menara Jakarta di Situs Web Liputan 6
(en) Forum Indonesia Skyscrapers
(en) Menara Jakarta di Situs Web Structurae

Daktilitas Beton











Kita sering mendengar istilah daktilitas, tapi mungkin agak-agak kurang paham apa maknanya. Saya sendiri sebenarnya sedikit “alergi” jika mendengar atau membaca istilah-istilah “asing”, apalagi kalau yang dibaca adalah artikel ilmiah, ditambah lagi jika artikelnya dalam bahasa Inggris. Otak saya akan bekerja 3 kali lebih keras, hehe. 

Daktilitas berlawanan dengan kegetasan. Waduh, istilah apa pula tuh? Daktilitas adalah kata benda, kata sifatnya adalah daktail. Sementara lawannya adalah getas (kata sifat) istilah “Londo”-nya brittle, sehingga kata bendanya adalah kegetasan. (kok jadi belajar Bahasa Indonesia ya?)
Anyway, kalau getas jujur saja bagi saya pribadi lebih gampang dipahami. Karena kalau mendengar kata getas saya langsung ingat dengan KERUPUK. Tapi kalau mendengar kata daktail, saya tidak bisa menemukan makanan yang sifatnya daktail (permen karet mungkin iya, tapi saya tidak doyan permen karet), makanya lebih susah memahami daktail daripada getas. :D

Kembali ke topik. Tiap material, khususnya material bangunan setidaknya punya karakteristik yang berbeda jika diberi gaya (beban). Ada yang kuat jika ditekan tapi hancur jika ditarik (misalnya beton). Ada yang kuat jika ditarik, tapi tidak ada apa-apanya jika ditekan (misalnya kabel, rantai, tali, dll), ada juga yang kuat jika ditarik dan ditekan (misalnya profil baja struktural). Dan.. tentu saja ada yang tidak kuat jika ditarik maupun ditekan, misalnya kerupuk.

ELASTIS dan PLASTIS
Konsep ini mutlak harus dipahami dulu. Karena kami bukan ahlinya, maka penjelasan di sini juga diusahakan dalam bahasa “bukan ahlinya”.
Misalnya ada sebuah benda (material), jika diberi gaya (ditarik, ditekan, atau dilenturkan), benda tersebut memanjang, memendek, atau bengkok (berdeformasi). Kemudian gaya tersebut dihilangkan, dan benda tersebut kembali persis ke bentuk dan ukuran semula. Kondisi ini dinamakan kondisi ELASTIS
.
Tapi, ada suatu kondisi jika gaya tersebut ditambah besarnya, benda tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk semula. Benda itu sudah dalam kondisi PLASTIS atau INELASTIS.

Dalam kondisi elastis, besarnya gaya berbanding lurus dengan besarnya deformasi. Misalnya kita ambil gaya tarik versus penambahan panjang. Semakin bsar gaya tariknya, semakin besar pula penambahan panjangnya. Dalam pembahasan biasanya digunakan tegangan untuk mewakili gaya (σ = F/A), dan regangan untuk mewakili penambahan panjang (ε = ΔL/L)


Titik waktu pertama kali material tersebut memasuki kondisi plastis disebut Titik Leleh (Yield Stress). Pada kondisi plastis, hubungan tegangan regangan sudah menyimpang jauh dari linear. Diberi tambahan gaya sedikit saja, deformasinya bisa bertambah berlipat-lipat kali dari deformasi elastis.

Jika gaya tersebut ditambah, maka material tersebut bisa putus. Titik ini disebut titik putus, atau titik fraktur (Ultimate Stress).


Daktilitas adalah kemampuan material mengembangkan regangannya dari pertama kali leleh hingga akhirnya putus. Atau, daktilitas bisa juga kita artikan seberapa plastis material tersebut. Semakin panjang “ekor plastis”nya, semakin daktail material tersebut.
Kebalikan dengan daktail, material yang GETAS tidak memiliki “ekor plastis” yang panjang. Malah ada yang sama sekali tidak memiliki “ekor plastis”. Artinya, titik lelehnya sama dengan titik putusnya. Begitu dia leleh saat itu juga dia putus.

MODULUS ELASTISITAS
Modulus Elastisitas biasa disebut juga Modulus Young. Walaupun sebenarnya Modulus Young adalah bagian dari Modulus Elastisitas (sumber: wikipedia).
Modulus Elastisitas (nggak usah diturunkan ya persamaannya), dirumuskan sebagai:
E = \frac{\sigma}{\epsilon}
\sigma  adalah regangan, dan \epsilon  adalah regangan.
Pada grafik hubungan tegangan-regangan, kemiringan kurva elastis menunjukkan besarnya Modulus Elastisitas.
Semakin tegak kurva elastisnya, maka semakin besar nilai E-nya. Sebaliknya semakin landai kurvanya, semakin kecil nilai E-nya.

BAJA
Di antara tiga material utama konstruksi (baja, beton, kayu), baja adalah material yang paling daktail. Tegangan lelehnya tinggi, regangan maksimumnya besar. Modulus Elastisitasnya juga tinggi.

BETON
Beton kebalikan dengan baja. Beton justru sangat tidak daktail. Beton malah sangat getas ketika mengalami tegangan tarik. Sedangkan ketika mengalami tekan, perilaku elastisnya hanya terlihat sekitar 0 – 30% dari kuat tekan beton. Setelah itu tidak elastis lagi. Hal ini konon diakibatkan karena munculnya retak-retak pada saat tegangan sudah mulai tinggi.

KARET
Karet adalah contoh material yang sangat fleksibel (modulus Elastisitas kecil) tapi juga getas. Artinya, begitu mencapai titik leleh seketika itu juga karet itu putus.
Regangan karet bisa mencapai lebih dari 100%, artinya karet dapat memanjang 2 kali (bahkan lebih) dari panjang semula.
Regangan beton (tekan) paling maksimal sekitar 0.3-0.4 persen.
Regangan leleh baja sekitar 0.2 persen, dan regangan putusnya mencapai 15%. (so, kalau anda mau menarik sebuah tulangan baja hingga putus, paling tidak anda harus bisa menarik tulangan tersebut menjadi 15% lebih panjang terlebih dahulu baru kemudian baja itu akan putus)
Kalo digambarkan ketiganya kurang lebih perbandingannya seperti gambar berikut.
 


KERUPUK
Kebetulan belum ada laboratorium yang mengadakan penelitian tentang hubungan tegangan-regangan dari kerupuk. Mungkin anda berminat?
Dari pembahasan ini akan muncul istilah-istilah lain seperti:

1. Sendi Plastis.
Sendi plastis adalah kondisi ujung-ujung elemen struktur yang semula kaku (rigid) atau terjepit sempurna, kemudian menjadi sendi (pinned) karena material penyusunnya (dalam hal ini baja) telah mengalami kondisi plastis.
Misalnya sambungan balok ke kolom pada awalnya didesain kaku (rigid), namun karena momen tumpuan sangatt besar mengakibatkan semua tulang tarik pada balok mengalami leleh. Jika sudah leleh, tentu sudah tidak elastis lagi.
Gaya gempa yang arahnya bolak balik menyebabkan sisi atas dan sisi bawah balok secara bergantian mengalami tekanan tarik dan tekan yang besar, bahkan dapat membuat beton menjadi retak atau hancur.
Dalam kondisi seperti ini, kekuatan ujung balok bergantung kepada tulangan. Deformasinya (dalam hal ini putaran sudut) menjadi besar, dan ujung balok tidak rigid lagi, alias sudah seperi sendi.


2. Daktilitas Penampang.
Daktilitas penampang adalah kemampuan penampang untuk mengembangkan deformasinya setelah mengalami leleh pertama kali.
Atau bisa disebut juga seberapa lama suatu elemen struktur bisa bertahan dengan kondisi sendi plastis di ujung-ujungnya.